Oleh : Kushartiningsih
"Innalillahi wa Inna Ilaihi Roji'un", Pekikku tak sadar, dengan tangan gemetar kubaca pesan singkat dari seorang sahabat, teman seperjuangan Bu Wiwik yang selalu tenang dan bersahaja telah pulang ke rahmatullah.
Sosok Bu Wiwik yang selalu menampilkan senyum ramahnya dan perjuangannya bertahun-tahun membimbing dan mendidik putra-putri anak usia dini. Masih jelas terukir dalam benakku, Bu Wiwik pada hari Rabu tanggal 6 Agustus 2025, beliau hadir dihadapan Asessor BAN PDM yang bertugas menilai dan mengukur kualitas lembaga dan pendidik. Bu Wiwik yang biasanya penuh semangat kini terlihat pucat dan layu. Saya tahu beliau sudah tiga bulan berjuang melawan disfungsi organ dalam yakni ginjal.
Walaupun tengah berjuang dengan rasa sakit, Bu Wiwik masih terlibat menyiapkan segala keperluan baik secara moril maupun matriil, meskipun sudah tidak secekatan dulu. Sampai hari H jadwal visitasi akreditasi beliau pun tidak ingin melewatkan, dan enggan untuk pulang meskipun sudah dalam kondisi lemah. Senyumnya yang lembut namun penuh makna kekuatan dan harapan, kekuatan yang beliau pancarkan kepada teman-teman tim di sekolah dan harapan akan kemajuan lembaga yang sudah lama beliau semai bersama.
Tidak kusangka, senyum yang berbeda itu menjadi tanda akhir perjuangannya seolah berkata "Aku tuntaskan tugas ini dan kupersembahkan yang terbaik untuk lembaga ini.. Aku ikhlas dan merasa bangga jika menghadap-Mu dan menjawab pertanyaan-Mu... Sudah Aku tuntaskan amanah-Mu ya Allah... Terima kasih"
Tepat pada hari Sabtu tanggal 9 Agustus 2025, ya tepat tiga hari dari hari puncak perjuangan akreditasi. Beliau kembali dan pulang ke dalam pelukan Ilahi. Sudah berakhir perjuanganmu Bu Wiwik, perjuangan di lembaga PAUD yang sampai saat ini tidak pernah menyebut namamu dan menengok keberadaanmu. Perjuangan atas rasa sakit yang engkau derita setiap kali engkau ke Rumah Sakit untuk cuci darah.
Bu Wiwik, walau dunia ini belum memandang dedikasimu yang sangat besar, saya yakin namamu masyhur di alam sana. Walau dunia ini tidak pernah mensejahterakan kehidupanmu, saya yakin di sana engkalah yang paling sejahtera, karena amal jariah ilmumu yang tak pernah putus dan terus mengalir sampai kapanpun. Saya yakin penghuni alam bersamamu akan iri melihatmu, karena senyummu, karena lelahmu telah menjadi lillah.
Kupeluk bersama keluarga, anak didik dan sahabatmu kenangan indah bersamamu. Sosokmu tidak pernah kami lupakan. Kasih sayang yang engkau ukir di hati anak didikmu akan tetap terpatri dan menjadi sosok yang berjasa dalam merancang sketsa kehidupan anak didikmu yang akan digunakan sampai akhir kehidupan mereka.
Betapa hatiku, takkan pilu
Telah gugur.. pahlawanku
Betapa hatiku, takkan sedih
Hamba ditinggal.. sendiri
Siapakah kini, plipur lara
Nan setia.. nan perwira
Siapakah kini pahlawan hati
Pembela bangsa sejati
Telah... guguur pahlawanku
Tunai sudah janji bakti
Gugur satu tumbuh seribu
Tanah air jaya sakti. (Ismail Marzuki)